Chat with us, powered by LiveChat

Asal Muasal Kericuhan Di Malang

Pernyataan Wakil Wali Kota Malang Sofyan Edi Jarwoko terkait opsi pemulangan oknum mahasiswa Papua yang memicu kericuhan di Malang pada Kamis (15/8/2019) lalu menjadi viral.

Bahkan, terkesan menjadi pemantik sejumlah kerusuhan yang terjadi hari ini (19/8/2019) di Manokwari, Papua Barat.

merangkum secara rinci kronologi kericuhan hingga munculnya statement Wakil Wali Kota Malang Sofyan Edi Jarwoko.

Termasuk juga rekam jejak gesekan-gesekan antara mahasiswa Papua dengan masyarakat yang terjadi sebelumnya.

1. Kronologi Kericuhan Demonstrasi Mahasiswa Papua 

 


Sekelompok massa yang mengatasnamakan Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) dan Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP) melakukan aksi di Kota Malang pada Kamis (15/8/2019) pukul 08.30 WIB.

Sekitar 30 orang melakukan aksi demonstrasi dengan berjalan kaki dari Stadion Gajayana hendak menuju Balaikota Malang.

Sepanjang perjalanan tersebut, mereka menyampaikan orasi menuntut hak-hak rakyat Papua.

AMP mengadakan demonstrasi dengan tema "Amerika Serikat Harus Bertanggung Jawab Atas Penjajahan di West Papua".

Aksi tersebut untuk memperingati 57 tahun Perjanjian New York.

Salah satu poin tuntutan mereka yang tertulis dalam rilis yang dibagikan pada media tertera: Kedaulatan bangsa Papua telah dirampas paksa oleh Indonesia melalui Dewan Musyawarah Pelaksanaan (DMP) Pendapat Rakyat.

Juga: seruan demonstrasi damai sebagai bentuk perlawanan rakyat dan mahasiswa terhadap Penjajah: Imperialisme, tuannya Kolonialisme Indonesia serta Militerisme.

Sekitar pukul 09.00 WIB, massa aksi sampai di sekitar Jalan Basuki Rahmat.

Sekelompok warga menolak aksi mahasiswa tersebut.

Terjadi saling provokasi antara kedua kubu. Terjadi aksi saling lempar batu dan massa AMP - FRI-WP melakukan blokade jalan.

Suasana cukup mencekam dan membuat pengendara maupun masyarakat ketakutan dan baru kondusif sekitar pukul 10.30 WIB.

Kapolres Malang Kota AKBP Asfuri menegaskan bahwa aksi yang digelar mahasiswa Papua tersebut tidak mengantongi izin.

Massa sebelumnya memang sudah mengirimkan surat pemberitahuan aksi.

Namun dalam surat tidak dijelaskan dengan gamblang isi tuntutan dan siapa koordinatornya.

Pihak kepolisian tidak memberikan surat tanda terima pemberitahuan sebagai tanda izin pelaksanaan aksi.

"Memang ada surat, tapi saat ditanyai perihal isi dan siapa koordinator serta penanggungjawabnya, mereka tak memberitahukan," jelasnya pada wartawan, Kamis (15/8/2019).

Meski begitu, lanjutnya, pihak kepolisian sebelumnya sudah berjaga di kawasan titik kumpul di Alun-Alun Kota Malang dan kawasan Stadion Gajayana.

Selain tidak berizin, aksi tersebut menurutnya juga disinyalir melanggar Undang-undang nomor 9 tahun 1998.

"Dan saat itu masa tetap menyampaikan aspirasinya dengan berorasi di kawasan BCA Kayutangan. Sehingga pihak kepolisian membubarkan masa dan membawanya dengan truk, lalu dikembalikan ke kontrakan mereka di daerah Dau," jelasnya.

"Rencana mereka akan aksi di Balai Kota Malang, tapi di perjalanan mereka bertemu masyarakat yang tidak setuju dengan aspirasi mereka. Dan terjadi benturan dan ada yang terluka. Kepolisian hadir mengamankan dan kelompok AMP yang menduduki sebelah BCA tetap melaksanakan orasi Papua Merdeka dan lain sebagainya," urai Asfuri.

2. Pemulangan Mahasiswa Pernah Dilakukan Pemkot Malang 

 


Wakil Wali Kota Malang Sofyan Edi Jarwoko memberikan statement pada awak media sekitar pukul 11.00 WIB saat pihak kepolisian tengah melakukan pengondisian situasi di sekitar Jalan Basuki Rahmat atau kawasan Kayutangan.

Dia menyayangkan kerusuhan yang terjadi dan menimbulkan reaksi defensif dari masyarakat Kota Malang.

Dalam pernyataannya, Sofyan Edi mengungkapkan bahwa pihak Polri dan TNI sudah melakukan pengamanan di lokasi kejadian.

"Pak Kapolres langsung gerak begitu dapat info ada benturan. Makanya, kalau nggak ada izin tidak boleh (bikin aksi). Kalau ada benturan, nanti masyarakat yang rugi. Tolong dihargai," paparnya.

Sofyan Edi juga menekankan bahwa Pemkot Malang akan melakukan koordinasi dengan aparat usai kejadian.

Selain untuk pencegahan agar peristiwa serupa tidak terjadi, juga untuk meningkatkan kondusivitas Kota Malang.

"Kalau sampai ada korban masyarakat sipil, kerusakan dan kerugian itu bisa masuk ranah pidana perusakan. Dan itu kan membahayakan. Nanti dilihat dulu, salah satunya muncul opsi dipulangkan (oknum yang bermasalah ke Papua). Kan kebijakan pemulangan itu juga sudah pernah dilakukan," tegasnya.

Opsi pemulangan yang dimaksud sudah pernah dilakukan yakni pada 2016 silam, meski tidak pada mahasiswa Papua.

Tepatnya pada Minggu, 20 Maret 2016 terjadi bentrok antar-mahasiswa di sekitar kampus Universitas Wisnuwardhana Malang.

Bentrokan yang melibatkan sejumlah mahasiswa Maluku dengan mahasiswa Sumba, Nusa Tenggara Timur itu menyebabkan satu korban tewas.

Usai kejadian tersebut, sekitar 200 mahasiswa asal Nusa Tenggara Timur dipulangkan ke daerah asal.

Pertimbangan keamanan menjadi hal yang mendasari kebijakan tersebut.

Pemulangan tersebut juga atas koordinasi pemerintah dengan aparat Polri-TNI serta pemerintah asal mahasiswa.

Buntutnya, dilakukan pertemuan antara kedua pemerintah untuk mencari jalan tengah agar kejadian yang serupa tidak terulang kembali.

3. Framing Atas Pernyataan Wakil Wali Kota Malang


Pernyataan Wakil Wali Kota Malang Sofyan Edi Jarwoko kemudian mendapatkan reaksi keras dari berbagai pihak.

Namun, tampaknya terjadi dis-informasi atau patut dicurigai framing media atas kutipan yang disampaikan.

Dalam statement aslinya, Sofyan Edi tidak menggunakan kata "usir" atau "mengancam".

Alih-alih menyebut pemulangan mahasiswa hanya salah satu opsi yang mungkin dilakukan atas hasil koordinasi pemerintah dengan aparat keamanan.

mengutip beberapa sumber berita yang mengindikasikan dis-informasi tersebut.

Di antaranya dikutip dari CNN Indonesia. Dalam berita berjudul Ricuh Manokwari, Gubernur Papua Barat Singgung Insiden Malang muncul istilah pengusiran. Berikut kutipannya:

Gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan menyayangkan pernyataan Wakil Wali Kota Malang, Sofyan Edi Jarwoko yang membuka opsi pengusiran terhadap mahasiswa Papua di Malang.

"Ada statemen dari Pak Wakil Wali Kota Malang, yang mengatakan atau meminta mahasiswa Papua yang ada di sana pulang ke Papua. Itu sebenarnya tidak boleh terjadi, itu kan pejabat pemerintah," kata Dominggus.

Dalam berita yang ditayangkan pukul 12.57 WIB itu ada dua dis-informasi.

Pertama soal opsi pemulangan yang menjadi pengusiran.

Kedua, Wakil Wali Kota Malang Sofyan Edi Jarwoko tidak menyatakan meminta mahasiswa Papua untuk pulang ke daerah asalnya.

Masih dikutip dari media yang sama, dalam berita berjudul Mendagri Panggil Wakil Wali Kota Malang Usai Rusuh Papua muncul kata "mengancam".

Berikut kutipannya:

Sofyan menjadi sorotan setelah mengancam akan memulangkan mahasiswa Papua di Malang yang berbuat rusuh.

4. Rekam Jejak Gesekan Mahasiswa Papua di Kota Malang


Pada 19 Desember 2017 terjadi gesekan antara massa organisasi mahasiswa Papua dan organisasi masyarakat (ormas) kepemudaan Kota Malang.

Kedua massa tersebut nyaris bentrok di depan gedung DPRD Kota Malang sekitar pukul 12.00 WIB.

Pemicunya, isu Papua Merdeka mencuat dalam aksi yang dilakukan mahasiswa.

Pada 1 Juli 2019 terjadi aksi tawuran dua kelompok pemuda dan mahasiswa asal Papua dengan kelompok pemuda yang tinggal di sekitar Jalan Dinoyo, Kota Malang.

Bentrok Antar Mahasiswa Papua Dan Warga Dinoyo (02/07/2018)


Kericuhan tersebut berawal dari habisnya masa kontrakan mahasiswa Papua di salah satu rumah penduduk setempat.

Pengurus RT dan RW setempat meminta penghuni kontrakan pindah, namun diabaikan dan menimbulkan gesekan.

Mediasi sempat dilakukan Pemkot Malang, dan pemilik rumah tidak mengizinkan mahasiswa Papua memperpanjang kontrakan sebagai kos-kosan maupun sebagai sekretariat AMP.
Poker Online

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Situs Judi Online Terpercaya

Iklan Bawah Artikel